Klasifikasi massa batuan menguntungkan pada tahap studi kelayakan dan desain awal dimana sangat sedikit informasi yang tersedia mengenai massa batuan, tegangan, dan hidrogeologi. Secara sederhana, klasifikasi massa batuan digunakan sebagai sebuah check-list untuk meyakinkan bahwa semua informasi penting telah dipertimbangkan.
Macam-macam klasifikasi massa batuan pada terowongan adalah sebagai berikut:
1. Klasifikasi Massa Batuan Terzaghi
Metode ini diperkenalkan oleh Karl von Terzaghi pada tahun 1946. Merupakan metode pertama yang cukup rasional yang mengevaluasi beban batuan untuk desain terowongan dengan penyangga baja. Metode ini telah dipakai secara berhasil di Amerika selama kurun waktu 50 tahun. Akan tetapi pada saat ini metode ini sudah tidak cocok lagi dimana banyak sekali terowongan saat ini yang dibangun dengan menggunakan penyangga beton dan rockbolts.
Metode ini diperkenalkan oleh Karl von Terzaghi pada tahun 1946. Merupakan metode pertama yang cukup rasional yang mengevaluasi beban batuan untuk desain terowongan dengan penyangga baja. Metode ini telah dipakai secara berhasil di Amerika selama kurun waktu 50 tahun. Akan tetapi pada saat ini metode ini sudah tidak cocok lagi dimana banyak sekali terowongan saat ini yang dibangun dengan menggunakan penyangga beton dan rockbolts.
2. Klasifikasi Stand-Up Time
Metode ini diperkenalkan oleh Laufer pada 1958.Metode ini adalah metode dengan bertambahnya span terowongan akan menyebabkan berkurangnya waktu berdirinya terowongan tersebut tanpa penyanggaan. Metode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan klasifikasi massa batuan selanjutnya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap stand-up time adalah: arah sumbu terowongan, bentuk potongan melintang, metode penggalian, dan metode penyanggaan.
Semakin besar terowongan, semakin singkat waktu yang harus digunakan untuk pemasangan penyangga. Sebagai contoh, pilot tunnel kecil mungkin saja dikonstruksi dengan penyangga minimal, sedangkan terowongan dengan span yang lebih besar pada massa batuan yang sama mungkin tidak mantap jika penyangga tidak seketika dipasang.
Metode ini diperkenalkan oleh Laufer pada 1958.Metode ini adalah metode dengan bertambahnya span terowongan akan menyebabkan berkurangnya waktu berdirinya terowongan tersebut tanpa penyanggaan. Metode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan klasifikasi massa batuan selanjutnya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap stand-up time adalah: arah sumbu terowongan, bentuk potongan melintang, metode penggalian, dan metode penyanggaan.
Semakin besar terowongan, semakin singkat waktu yang harus digunakan untuk pemasangan penyangga. Sebagai contoh, pilot tunnel kecil mungkin saja dikonstruksi dengan penyangga minimal, sedangkan terowongan dengan span yang lebih besar pada massa batuan yang sama mungkin tidak mantap jika penyangga tidak seketika dipasang.
3. Rock Quality Designation (RQD)
RQD dikembangkan pada tahun 1964 oleh Deere. Metode ini didasarkan pada penghitungan persentase inti terambil yang mempunyai panjang 10 cm atau lebih. Dalam hal ini, inti terambil yang lunak atau tidak keras tidak perlu dihitung walaupun mempunyai panjang lebih dari 10cm. Diameter inti optimal yaitu 47.5mm. Nilai RQD ini dapat pula dipakai untuk memperkirakan penyanggaan terowongan.
Berdasarkan nilai RQD massa batuan diklasifikasikan sebagai RQD Kualitas massa batuan
Metode ini tidak memperhitungkan faktor orientasi bidang diskontinu, material pengisi, dll, sehingga metode ini kurang dapat menggambarkan keadaan massa batuan yang sebenarnya.
RQD dikembangkan pada tahun 1964 oleh Deere. Metode ini didasarkan pada penghitungan persentase inti terambil yang mempunyai panjang 10 cm atau lebih. Dalam hal ini, inti terambil yang lunak atau tidak keras tidak perlu dihitung walaupun mempunyai panjang lebih dari 10cm. Diameter inti optimal yaitu 47.5mm. Nilai RQD ini dapat pula dipakai untuk memperkirakan penyanggaan terowongan.
Berdasarkan nilai RQD massa batuan diklasifikasikan sebagai RQD Kualitas massa batuan
Metode ini tidak memperhitungkan faktor orientasi bidang diskontinu, material pengisi, dll, sehingga metode ini kurang dapat menggambarkan keadaan massa batuan yang sebenarnya.
4. Rock Structure Rating (RSR)
RSR diperkenalkan pertama kali oleh Wickam, Tiedemann dan Skinner pada tahun 1972 di AS. Konsep ini merupakan metode kuantitatif untuk menggambarkan kualitas suatu massa batuan dan menentukan jenis penyanggaan di terowongan. Motode ini merupakan metode pertama untuk menentukan klasifikasi massa batuan yang komplit setelah diperkenalkannya klasifikasi massa batuan oleh Terzaghi 1946.
RSR merupakan metode yang cukup baik untuk menentukan penyanggaan dengan penyangga baja tetapi tidak direkomendasikan untuk menentukan penyanggaan dengan penyangga rock bolt dan beton.
RSR diperkenalkan pertama kali oleh Wickam, Tiedemann dan Skinner pada tahun 1972 di AS. Konsep ini merupakan metode kuantitatif untuk menggambarkan kualitas suatu massa batuan dan menentukan jenis penyanggaan di terowongan. Motode ini merupakan metode pertama untuk menentukan klasifikasi massa batuan yang komplit setelah diperkenalkannya klasifikasi massa batuan oleh Terzaghi 1946.
RSR merupakan metode yang cukup baik untuk menentukan penyanggaan dengan penyangga baja tetapi tidak direkomendasikan untuk menentukan penyanggaan dengan penyangga rock bolt dan beton.
5. Rock Mass Rating (RMR)
Bieniawski (1976) mempublikasikan suatu klasifikasi massa batuan yang disebut Klasifikasi Geomekanika atau lebih dikenal dengan Rock Mass Rating (RMR). Setelah bertahun-tahun, klasifikasi massa batuan ini telah mengalami penyesuaian dikarenakan adanya penambahan data masukan sehingga Bieniawski membuat perubahan nilai rating pada parameter yang digunakan untuk penilaian klasifikasi massa batuan tersebut. Pada penelitian ini, klasifikasi massa batuan yang digunakan adalah klasifikasi massa batuan versi tahun 1989 (Bieniawski, 1989).
Parameter yang digunakan dalam klasifikasi massa batuan menggunakan Sistim RMR yaitu:
· Kuat tekan uniaxial batuan utuh
· Rock Quality Designatian (RQD)
· Spasi bidang dikontinyu.
· Kondisi bidang diskontinyu
· Kondisi air tanah.
· Orientasi/arah bidang diskontinyu.
Batas dari daerah struktur tersebut biasanya disesuaikan dengan kenampakan perubahan struktur geologi seperti patahan, perubahan kerapatan kekar, dan perubahan jenis batuan. RMR ini dapat digunakan untuk terowongan. lereng, dan pondasi.
Bieniawski (1976) mempublikasikan suatu klasifikasi massa batuan yang disebut Klasifikasi Geomekanika atau lebih dikenal dengan Rock Mass Rating (RMR). Setelah bertahun-tahun, klasifikasi massa batuan ini telah mengalami penyesuaian dikarenakan adanya penambahan data masukan sehingga Bieniawski membuat perubahan nilai rating pada parameter yang digunakan untuk penilaian klasifikasi massa batuan tersebut. Pada penelitian ini, klasifikasi massa batuan yang digunakan adalah klasifikasi massa batuan versi tahun 1989 (Bieniawski, 1989).
Parameter yang digunakan dalam klasifikasi massa batuan menggunakan Sistim RMR yaitu:
· Kuat tekan uniaxial batuan utuh
· Rock Quality Designatian (RQD)
· Spasi bidang dikontinyu.
· Kondisi bidang diskontinyu
· Kondisi air tanah.
· Orientasi/arah bidang diskontinyu.
Batas dari daerah struktur tersebut biasanya disesuaikan dengan kenampakan perubahan struktur geologi seperti patahan, perubahan kerapatan kekar, dan perubahan jenis batuan. RMR ini dapat digunakan untuk terowongan. lereng, dan pondasi.
6. Rock Tunnelling Quality Index
Q-system diperkenalkan oleh Barton pada tahun 1974. Nilai Q didefinisikan sebagai:
Dimana:
· RQD adalah Rock Quality Designatio
· Jn adalah jumlah set kekar
· Jr adalah nilai kekasaran kekar
· Ja adalah nilai alterasi kekar
· Jw adalah faktor air tanah
· SRF adalah faktor berkurangnya tegangan
· RQD/Jn Menunjukkan struktur massa batuan.
· Jr/Ja merepresentasikan kekasaran dan karakteritik gesekan diantara bidang kekar stsu material pengisi.
· Jw/SRF merepresentasikan tegangan aktif yang bekerja.
· Berdasarkan nilai Q kemudian dapat ditentukan jenis penyanggaan yang dibutuhkan untuk terowongan.
Sumber:
http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/32457386/KLASIFIKASI_MASSA_BATUAN.docx?AWSAccessKeyId=AKIAJ56TQJRTWSMTNPEA&Expires=1410773438&Signature=PYf2nZYfCsrXrJafXFfKJn9vbiw%3D
Junaida Wally, Pemodelan terowongan pada batuan dengan metode finite element: 2014.
Q-system diperkenalkan oleh Barton pada tahun 1974. Nilai Q didefinisikan sebagai:
Dimana:
· RQD adalah Rock Quality Designatio
· Jn adalah jumlah set kekar
· Jr adalah nilai kekasaran kekar
· Ja adalah nilai alterasi kekar
· Jw adalah faktor air tanah
· SRF adalah faktor berkurangnya tegangan
· RQD/Jn Menunjukkan struktur massa batuan.
· Jr/Ja merepresentasikan kekasaran dan karakteritik gesekan diantara bidang kekar stsu material pengisi.
· Jw/SRF merepresentasikan tegangan aktif yang bekerja.
· Berdasarkan nilai Q kemudian dapat ditentukan jenis penyanggaan yang dibutuhkan untuk terowongan.
Sumber:
http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/32457386/KLASIFIKASI_MASSA_BATUAN.docx?AWSAccessKeyId=AKIAJ56TQJRTWSMTNPEA&Expires=1410773438&Signature=PYf2nZYfCsrXrJafXFfKJn9vbiw%3D
Junaida Wally, Pemodelan terowongan pada batuan dengan metode finite element: 2014.
No comments:
Post a Comment