Secara umum analisis debit berdasarkan data curah hujan yang sering dilakukan di Indonesia adalah menggunakan metode empiris dari Dr. FJ. Mock (1973) yaitu analisis keseimbangan air untuk menghitung harga debit bulanan berdasarkan tranformasi data curah hujan bulanan, evapotranspirasi, kelembaban tanah dan tampungan air tanah. Metode empiris tersebut digunakan apabila terdapat catatan debit sungai yang hilang.
Prinsip metode Mock menyatakan bahwa hujan yang jatuh pada daerah tangkapan air, sebagian akan hilang akibat evapotranspirasi, sebagian akan langsung menjadi direct runoff dan sebagian lagi akan masuk ke dalam tanah atau terjadi infiltrasi. Infiltrasi ini mula-mula akan menjenuhkan permukaan tanah, kemudian terjadi perkolasi ke air tanah dan akan keluar sebagai base flow . Hal ini terdapat keseimbangan antara air hujan yang jatuh dengan evapotranspirasi, direct runoff dan infiltrasi, dimana infiltrasi ini kemudian berupa soil moisture dan ground water discharge. Aliran dalam sungai adalah jumlah aliran yang langsung di permukaan tanah dan base flow.
Curah hujan rata-rata bulanan di daerah pengaliran sungai dihitung berdasarkan data pengukuran curah hujan dan evapotranspirasi yang sebenarnya dari data meteorology dengan menggunakan metode Penman dan karakteristik vegetasi. Perbedaan antara curah hujan dan evapotranspirasi mengakibatkan limpasan air hujan langsung (direct runoff), aliran dasar/air tanah dan limpasan air hujan lebat (storm runoff).
Data dan asumsi yang diperlukan untuk
perhitungan metode Mock adalah sebagai berikut:
1.
Data Curah Hujan
Data curah hujan yang digunakan
adalah curah hujan 10 harian. Stasiun curah hujan yang dipakai adalah stasiun yang
dianggap mewakili kondisi hujan di daerah tersebut.
2.
Evapotranspirasi Terbatas
Evapotranspirasi terbatas adalah
evapotranspirasi actual dengan mempertimbangkan kondisi vegetasi dan permukaan tanah
serta frekuensi curah hujan.
Untuk menghitung evapotranspirasi terbatas diperlukan data:
Ø Curah hujan 10 harian (P)
Ø Jumlah hari hujan (n)
Ø Jumlah permukaan kering 10 harian (d)
dihitung dengan asumsi bahwa tanah dalam suatu hari hanya mampu menahan air 12
mm dan selalu menguap sebesar 4 mm.
Ø Exposed surface (m%) ditaksir
berdasarkan peta tata guna lahan atau dengan asumsi:
m = 0% untuk lahan dengan hutan lebat
m = 0% pada akhir musim hujan dan bertambah 10% setiap bulan kering untuk lahan sekunder.
m = 10% - 40% untuk lahan yang tererosi.
m = 20% - 50% untuk lahan pertanian yang diolah.
Secara matematis evapotranspirasi dirumuskan sebagai berikut:
Dengan:
Delta E =
Beda antara evapotranspirasi potensial dengan evapotranspirasi terbatas (mm)
Eactual =
Evapotranspirasi terbatas (mm)
Epm =
Evapotranspirasi potensial (mm)
m =
singkapan lahan (Exposed surface)
n =
jumlah hari hujan
3.
Faktor Karakteristik Hidrologi
Faktor Bukaan
Lahan
m = 0% untuk
lahan dengan hutan lebat
m = 10 – 40%
untuk lahan tererosi
m = 30 – 50%
untuk lahan pertanian yang diolah.
Berdasarkan
hasil pengamatan di lapangan untuk seluruh daerah studi yang merupakan daerah lahan
pertanian yang diolah dan lahan tererosi
maka dapat diasumsikan untuk faktor m diambil 30%.
4.
Luas Daerah Pengaliran
Semakin besar
daerah pengaliran dari suatu aliran kemungkinan
akan semakin besar pula ketersediaan debitnya.
5.
Water Surplus
Water Surplus
didefinisikan sebagai curah hujan yang telah mengalami evapotranspirasi dan
mengisi soil storage (SS). Water Surplus secara langsung berpengaruh pada infiltrasi
/ perkolasi dan total run – off yang merupakan
komponen dari debit .
Persamaan
Water Surplus (WS) adalah sebagai berikut :
WS = (P – Ea)
+ SS
Water Surplus adalah
air permukaan run – off dan infiltrasi. Soil moisture
storage (SMS)
terdiri dari soil moisture capacity (SMC), zona dari infiltrasi, limpasan
permukaan dan soil storage.
Besarnya Soil moisture storage (SMS) untuk masing – masing
wilayah tergantung pada jenis tanaman, tutupan lahan (land cover) dan jenis
tanah.
Dalam Mock, SMS dihitung sebagai berikut :
Dalam Mock, SMS dihitung sebagai berikut :
SMS = ISMS +
(P - Ea)
6.
Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC)
Soil Moisture
Capacity adalah kapasitas kandungan air pada lapisan tanah permukaan (surface soil) per m2.
Besarnya SMC untuk perhitungan ketersediaan air ini diperkirakan berdasarkan
kondisi porositas lapisan tanah permukaan dari DPS. Semakin besar porositas
tanah akan semakin besar pula SMC yang ada. Dalam perhitungan ini nilai SMC
diambil antara 50 mm sampai dengan 200 mm.
Persamaan yang
digunakan untuk besarnya kapasitas kelembaban tanah adalah:
Dengan:
Eactual = evapotranspirasi aktual, mm/bulan;
SMS = simpanan kelembapan tanah, mm/bulan;
ISMS = kelembaban tanah awal, mm/bulan;
P = curah hujan bulanan, mm/bulan;
WS = kelebihan air, mm/bulan;
No comments:
Post a Comment